12/13/2016

Catatan Dalam Penantian #6

Bila boleh kuceritakan ia dalam bahasa pengagungan, dalam bahasa yang terangkai indah, dalam sajak-sajak malam pengagungan bulan pada bintang yang karenanya ia tampak bersinar..

Bolehkah sedikit kurangkai ia dalam jahitan harapan yang tetap kembali pada muaraNya, Allah SWT

Yaa Muqollibal Quluub Tsabbit Quluub ‘ala diinik
Dalam rangka ketundukan padaMulah maka di segerakan ia..
Dalam rangka penuh harap rahmatMulah maka disegerakan ia..
Dalam rangka ikhtiar mencapai sakinahlah maka disegerakan ia..

Besar harapan yang tetap dimuarakan padaMu Rabbul izzati
Selaras dengan kalamMu yang ruar biasa mampu mengepal tekad, menguat semangat “faidzaa ‘azamta fatawakkal ‘alallaah”.


Bismillahirrahmaanirrahim

Tetap luruskan niat #ntms #reminderme 

10/07/2016

Sebuah Kisah dari Si Aku #2

....Sambungan dari sebelumnya...
*
*
*
Dalam masa-masa menunggu lulusnya sekolah jenjang menengah ini, ia bertekad besar untuk masuk sebuah universitas ternama di jakarta, mulailah ia dengan berbagai cara agar mampu masuk dan membuktikan pada orang-orang yang dikasihinya bahwa dengan kejahilannya itu pun ia mampu tembus universitas impian. Namun sebuah tekad besar apabila tanpa restu besar dari kedua orangtuanya maka hasilnya akan minus bertambah-tambah, pasalnya semua jalur penerimaan ia lalui semua, dibarengi dengan terus menerus latihan mengerjakan soal-soal SPMB, namun itulah jalan yang memang Allah kehendaki polanya, semakin ia bertekad besar untuk masuk universitas semakin pula kedua orangtuanya memberi beberapa pilihan yang tidak ia kehendaki, dan bahkan bukan tidak ia kehendaki tapi tidak ia sukai. Bapak memberi pilihan untuk fokus belajar Al Qur’an,  yaa tahfidzul Qur’an, so what ? ini hal yang bukan hanya tidak mungkin, namun jauh dari sesuatu yang ia sukai. Tapi sekeras-kerasnya seorang anak, ketika ia melihat kedua orangtuanya maka tiada kata melainkan ingin taat kepadanya...
Dan memang jalan itu semakin terbuka pancarannya, meskipun belum bersinar tapi dari situlah pintunya. Karena akhirnya memang ia tidak Allah izinkan sesuai dengan pengharapannya masuk kampus impian dan feel free, Allah tidak izinkan untuk masuk dalam kebebasan dunia yang baginya adalah bahagia. Dengan sangat terpaksa dan hati yang belum tertata, akhirnya ia mengikuti apa yang dikehendaki kedua orangtuanya, masuk ke lembaga tahfidz dan tenggelam bersama didalamnya. Ia menemukan banyak oase-oase di padang pasir nan gersang lalu sejuk seketika, damai seketika dan sakinah dalam hatinya seketika. Masuk pada lingkaran yang jauuh dari bayangannya dalam menatap masa depan.
            Rumah Qur’an STAN, jejak pertama yang ia tapaki bersama kasih sayang Allah dalam hidayahnya yang begitu tak terasa, termenung dan syahdu dalam qalbu ketika sang diri berada diantara hamba-hambaNya yang dalam berucappun selalu kembali padaNya, laku yang tertata indah dalam syariatnya, tauladan yang tidak pernah merasa baik di mata Allah dan RasulNya, itulah mereka kakak-kakak yang dengan lembut membawa rasa yang berada di dasar ini untuk tidak menolak sentuhannya, yang shalat malamnya tidak  ditemukan dalam keramaian, yang dzikir malamnya tidak ditemukan dalam kelalaian, izinkan diri ini memanggil kakak dengan bahasa ahlullah wa khossotuhu, bukan hanya Al Qur’an yang berjalan, namun setiap akhlaqnya memang bersumber dari kehendak Allah dalam kitabNya, izinkan diri ini menyebut satu persatu nama yang hari ini hanya terkenang dalam ingatan membersamai mereka dalam cinta di Rumah Qur’an STAN, mereka adalah Kak Azmi, Kak runa, Kak Umi, Kak Arifah, Kak desi, Kak Risa, Kak Risi, Kak Atika, Mba Olif, Mba Umul, Mba iyuk dan terutama Mba Dewi musyrifah tercinta, yang pabila bukan karena ikhtiarnya mengajari si aku dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an, tentulah bacaannya masih sekelas anak-anak TPA yang baru mengenal huruf-huruf hijaiyah, namun berkat tangan, bahasa pengajaran dan do’anya juga beroleh perbaikan yang bukan hanya baik dan manfaat bagi diri namun bagi sekitarnya pula. Jazakumullah khairan jaza telah menjadi washilah terjadinya proses akselerasi diri dalam satu tahun terakhir bersama para Ahlullah.
            Dalam proses pengembalian diri ke fitrahnya, ternyata hatinya masih berada dalam putih abu-abu karena disatu sisi ia berada dalam kondisi yang secara otomatis membuat ia berubah dan berikhtiar lebih untuk mencintaiNya, disisi lain ia masih berada dalam keabu-abuan karena masih dalam keliru bersama dengan kakak kelasnya yang berniat besar untuk menuju ke jenjang pernikahan. Dibalik  abu-abu itu terdapat banyak sesuatu yang besar dan mengharuskan ia mengambil keputusan, agar semua menjadi satu warna. Pabila kembali diratapi kala itu, rasa suka yang sudah terlanjur dalam tentu sangat mendominasi dan banyak memberi opsi, “ngafal Qur’an sambil punya pacar gak masalah loh yaa, yang penting fokus satu-satu” dan suatu hal yang tidak mungkin jika hubungan yang sudah berjalan sekitar lima belas bulan itu berakhir dengan tidak berujung dalam niatan besar sebuah pernikahan. Akhirnya sampailah pada suatu malam yang entah kenapa, padahal tidak ada input apapun yang masuk dalam dirinya sehingga ia memutuskan suatu keputusan besar untuk mengakhiri keabu-abuan itu dalam pesan singkat “Aku punya cita-cita memiliki anak shalih dan shalihah, tapi bagaimana bisa mereka lahir dari seorang Ibu yang gemar bermaksiat, yang dalam proses pencarian Si Ayah anak Shalih dan Shalihah itu ternyata melalui jalan yang tidak Allah sukai dan sangat tidak Allah Ridhoi” melalui pesan singkat yang banyak membuat bergetarnya diri inilah akhirnya hubungan itu berakhir, dan jawaban dari seseorang diseberang sana itu baru terbalas tiga bulan kemudian dengan percakapan yang amat baik dan berakhir dengan baik pula, saling memaafkan setiap kesalahan dan kemaksiatan kami dan pesan terakhir darinya “Maaf untuk berpisah dek”. Seketika itu air mata langsung menghujani banyak-banyak keputusan ini, antara proses perbaikan diri dan proses menghentikan segala bentuk perasaan terhadapnya. ***
            Beberapa waktu berlalu setelah aktif dalam kebiasaan membersamai Al Qur’an dan berniat besar mengkhatamkannya, bukan hanya menjadikan hafalan sebagai kunci memperoleh syurga, namun dari Al Qur’anlah segala laku mampu mendominasi dalam sikap kesehariannya. Menghafal Al Qur’an bukan lagi soal kewajiban namun soal kebutuhan yang kala tak sengaja terlewati maka diri akan otomatis melemah penguasaannya. Tentu bukan hanya menghafal, namun ada beberapa kewajiban lain lagi terhadap Al Qur’an yaitu muraja’ah, tadabbur, dan tabhligh. Kesemuanya itu adalah hal yang harus dilewati proses per Fasenya. Bukan hanya menghafal karena menghafal lebih mudah daripada muraja’ah, muraja’ah pun lebih mudah daripada mentadabburi, mentadabburi juga lebih mudah daripada Tabligh dengan sangat baik sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya dalam kalam cinta ini.

Institut Ilmu Al Qur’an Jakarta (IIQ Jakarta) disinilah akhirnya Allah labuhkan untuk banyak-banyak mengambil hikmah (Red : Pelajaran sesungguhnya). Dan menjadi seorang Miba di Tahun 2014san, lika liku selama berada dalam lingkungan yang berbeda  fikroh ini terasa sekali awalnya dan dari sinilah mulai belajar lebih banyak lagi tentang berbagai fikroh terutama tentang hukum-hukum islam karena mengambil konsentrasi Hukum Ekonomi Islam. Di IIQ kami bukan hanya dituntut untuk memiliki prestasi di akademik namun di Tahfidz juga harus seattle. Keduanya adalah dimensi yang tidak mungkin terpisah, kuliah lancar hafalan lancar lalu lulus sarjana dan Hafidzoh. Dan setiap proses pasti memiliki ujiannya masing-masing, ujian itu datang untuk menguji seberapa kesungguhan kita, datangnya pun bisa jadi setiap waktu dan di setiap waktu itulah kami dituntut untuk membuat keduanya berjalan seiringan bersama dengan baik. Pun lebih banyak tidak seimbangnya, tapi bukan berarti menyurutkan langkah untuk berhenti dan angkat tangan lalu pergi. Alhamdulillah sudah masuk semester V dan disinilah ujian terberat sebenarnya, di semester inilah tingkat keseriusan belajar harus lebih ditingkatkan menjadi sekala yang bukan hanya serius tapi seriburius. Semoga Allah selalu membersamai dalam proses istiqomah ini aamiin.






***bersambuungg...*** 

Dia

Bersama engkau yang tiap seperdetiknya tak terasa, yang tiap hentakannya ku tak peka.. tiba-tiba ternyata ia berlalu dengan sering tanpa rasa.. entah memang mati rasa, mati rasa akan rasa berlalunya ia.

Ia bersama selalu namun ku sendiri tak selalu bersamanya..
Ia mengiringi hidup namun ku sendiri sempat tak merasa diiringi..
Ia berlalu, ku pun berlalu.. tanpa rasakah ? tanpa ia pun menyapa..
Sudahkah ada kebaikan yang kau tekuni hari ini ? Sudahkah ada perbaikan diri yang menjadikanmu berbeda ?
.
.
.
Iya, dia tentang waktu.. yang selalu tak terasa, bagaimana jika ternyata aku bersamanya tanpa kesyukuran.. tanpa perbaikan.. tanpa kesadaran.. tanpa tanpa dan tanpa lainnya.

Tentang dia, semoga barakah selalu menyapa dan bersama kita selalu sampai akhir, sampai amal kita cukup dan dia berlalu dengan hasil yang Allah sukai juga Allah Ridhoi Aamiin Ya Mujiibassailin



Rumah Quran UIN Jkt, 22: 33

9/27/2016

Sebersama -ia-

Yang dirindu dari ia adalah tika bersama dalam kerja-kerja cerdas, bersama dalam kesepahaman esesnsi pergerakan..
Ia yang tak terasa helaan nafas pelannya..
Ia yang tak terasa desis suaranya..
Ia yang tak pernah terasa juga sentuhannya..
Namun merasuk dalam bayangan, bahwa ia "baik" dalam tutur kata..
bahwa ia "baik" dalam sambutan awal tika pertama jumpa, tika bersama dalam shaf yang sama..

Kita habiskan canda, tawa, sua dalam obrolan tentang bagaimana cara kita berbuat, tentang bagaimana strategi dalam aksi, tentang masalah yang belum jadi masalah, tentang khawatir yang terlalu kita hiraukan..
kita terjebak bersama, berdua dalam nyaman yang sama..

Kini saatnya engkau memilih jalan yang padanya membuat kita berbeda, membuat kita tak lagi bertegur sapa, tak lagi berbuat dalam aksi..

Dan inilah jalannya
Jalan yang Allah tunjukkan kebesarannya..
Aku banyak belajar darimu, semoga dirimu demikian juga padaku..

Selamat menggenap wahai sahabat sebersama dalam obrolan hangat tentang esensi dari memberi dan kontribusi ..
Aku bahagia untukmu, telah kau temukan separuh diinmu yang tinggal kau hitung harinya..
Semoga dalam fase itu, kau pun tak berhenti memperbaiki diri, dan tetap dalam obrolan hangat kita dalam berkontribusi..
InsyaAllah aku akan menyusulmuu menggenapkan diinku, semoga pilihanku pun kau sukai dan kita sama-sama memperbaiki dalam genap karena Allah
Aamiin ya mujiibassailin

27 Sep 2016, LKC DD Ciputat

9/09/2016

Ini bunda, nak #3

"Aku ingin mendidikmu jauh sebelum engkau dilahirkan..."

Nak, di hari-hari memperbaiki diri ini, begitu deraaas sekali dari setiap ujii. Tiap detiknya bersama dalam pengujian. Pengujian yang dalam khusnudzon bunda, ini adalah cara Allah berbaik hati mendidik bunda.. agar tetap ta'at, agar semakin tsabbat, dan senantiasa shabar..

Hari ini bunda masuk kelas Parenting Nabawiyah Nak, dengan penuh kesyukuran, Allah karuniakan saudara dan saudari yang tiada lepas dari mengingat Allah nak, mendawamkan sunnah Rasulullah, ittiba', ittiba', ittiba', agar meraih cintaNya..seperti dalam surat cintanya -Hingga Allah mencintai kita- QS Al imran : 31.

Kelas Parenting Nabawiyah hari ini melanjutkan materi pekan-pekan lalu tentang -Visi Keluarga Muslim-. Yaa semua berawal dari Visi, pertemuan Ayah bunda tentu juga atas Visi yang sama. Namun lebih jauh tentang Visi, rasanya secara harfiah mungkin terlihat sama arti namun dalam pemaknaan lebih dalam ternyata bisa jadi berbeda Nak. Makanya visi ini harus terus menerus disatukan, apalagi untuk membangun sebuah keluarga, karena peradaban dimulai darinya.

Visi Keluarga Muslim yang diarahkan Allah dalam surat cintaNya ada di Surat Al Furqon ayat 74, At Tahrim ayat 6, dan At tur ayat 21.

Visi yang secara harfiahnya berarti cara pandang terhadap realitas ini, berarti memang harus benar diawal untuk mempersedikit masalah di masa depan. Semoga Visi Ayah dan Bunda sama ya nak, atau bisa saling tarik menarik memperbaiki, mengupgrade visi kebesarannya masing-masing. ^^

Naaak, dari Visi yang Allah arahkan tadi, bunda tariiik Tema Khusus untuk peradaban kitaa..
"Melahirkan Generasi Penakluk Roma"

Kelak dari keluarga kitalah para penakluk itu nak, para jundi pemegang panji-panji haq dan para 'alim ulama' yang membangunkan ummat dari kejahilan.

Namun nak, jika dalam prosesnya ternyata suliit atau terlalu banyak rintangan hingga menyulutkan visi dan niatan kitaa..
Maka jalan keluarnya adalah
-Keyakinan-
Yakin bahwa Allah siapkan jalannya..
Yakin bahwa Allah terangkan tiap gelapnya..
tetap dalam keyakinan padaNya
tsabbat dalam dienNya
seperti Rasulullah yang meyakinkan para sahabat dalam Perang Khandaq, di masa-masa rumiit, paceklik, persediaan makanan habis sampai satu kurma untuk 8 orang, tapi dengan penuh keyakinan Rasulullah menyatakan "bahwa konstantinopel akan ditaklukkan.." dalam arti yang lebih dalam, apabila konstantinopel dapat ditaklukkan, berarti perang khandaq sangaaaaat mungkin dapat ditaklukkan. Sampai 8 Abad setelah perang tsb, konstantinopel dapat ditaklukkan. Modal utamanya -yakiiiin- nak...
InsyaAllah Ayah yang akan terus menerus meyakinkan kitaa, meyakinkan anak-anak Bunda dalam keyakinan penuh pada Allah dan sampai menjadi pantas sebagai seorang jundi ya nak..

Maafkan bunda pabila di kemudian hari dalam pengamalan ternyata tiada kata pantas..
Maafkan bunda yang masih terkukung dalam ego diri banyak mementingkan diri bunda sendiri..
Maafkan bunda dalam cita-cita besar Al umm madrasatul ulaa yang masih jauuuh dari kata sempurna..


"Mendidik Engkau jauh sebelum Engkau dilahirkan, mendo'akan Engkau tika masih dalam sulbi Ayahnya.."
"Hai generasi pembaharu, InsyaAllah Ayah bunda akan terus berjuang memperbaiki diri sampai menjadi pantas memiliki Engkau Nak.."

Pancoran, Fri 9 Sep 2016.

9/08/2016

Sebuah Kisah dari Si Aku #1


Adalah ia yang dalam kefitrahannya terlampau melebihi syariatnya..
            Adalah ia yang dalam khilafnya terlampau mendominasi..
            Sedang keilmuannya mampu menghalau segala fitrah yang mulai tak terkendali dan
            Khilaf yang sudah tak karuan merajai

Ia adalah insan biasa, berada dalam pengharapan kedua orangtuanya menjadi “Sholihah”, menjadi partner dunia yang saling mengikhlaskan dalam do’a bersama di syurga, do’a berkeluarga kembali di firdausNya.. namun laku perbuatannya tidak ada yang mewakili pengharapan orang yang dikasihinya. Namun akhlaqnya jauh dari kata karimah, ah jangankan karimah, bisa jadi tiada kebaikan dalam dirinya..
Yaa, ia adalah aku.. dalam penilaian diri yang ternyata minus, bukan cukup namun minus. Maka adalah sangat bodoh apabila keberadaan diri, dhaifnya ini mempunyai sedikit ujub yang tiada hal yang mengharuskan ia ujub..
Inilah hijrah dalam mujahadah yang tiada akhir
Inilah hijrah dalam mujahadah sebagai seorang hamba
Dalam cita-cita besar sebagai ibadullah sejati
Hingga tercapai cita dari karantina dunia..
Bertemu denganNya .. Menjadi keluargaNya..
Inilah ia si “aku” yang masih dalam perbaikan laku
***
Tentang menemukan dan ditemukan, ia adalah suatu perjalanan. Perjalanan yang sudah terdapat goresannya di lauhul mahfudz sana. Maka tentang menemukan dan ditemukan, hal ini bukan tentang siapa tapi tentang bagaimana. Bagaimana perjalanan ini, penantian ini, apakah penuh dengan berkebaikan atau menanti dengan penuh kerisauan sehingga tiada progresifitas dalam memperbaiki diri. Risau adalah wajar dan pasti kita semua selalu dalam kerisauan, entah terkait dengan siapa atau tentang bagaimana jikalau perbaikan ini tiada berakhir dan Allah memberi jeda yang semakin lama pabila si kebaikan itu tak jua menjadi nama belakang kita. Dan ini menjadi bagian penting dalam episode perjuangan menempuh setiap karantina di fananya dunia. Inilah ia atau si “aku” dengan ribuan kata yang tak bisa semua terucap namun terangkai lengkap dalam sebuah perjalan hidup menemukan dan ditemukan..
Dan inilah jejak yang telah terlanjur ditapaki seseorang yang masih dalam mujahadah yang besar untuk menjadi shalihah..***


Lahir dari keluarga yang bisa dikatakan paham akan agama, norma, terlebih lagi hukum islam. Dalam keluarga yang familyable, setiap anggota keluarga menjalankan fungsinya masing-masing dengan sangat baik, sampai pada pola pendidikan yang sangat islami dan cenderung terlihat mengekang dengan penjagaan yang lumayan super ketat dan terprogram rapih. Dengan membersamai kedua orangtua yang kesibukannya tiada lepas dari membersamai jama’ah, terus berishlah bersama jama’ah dan dapat dikatakan sempurna sudahlah polanya, pola dalam menjaga keluarga seperti dalam kalamNya :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ...”
 At tahrim :6


 Namun begitulah sempurnanya dalam pandangan kasat mata manusia, tanpa perkiraan bahwa setiap insan terlebih banyak membersamai keburukan dan asyik dengannya. Syetan menjadikannya indah dan tanpa sadar terlampau jauh dan jatuh dalam lingkaran yang jauh dari memuji kebesaran Allah. Itulah ia dengan sempurnanya kedua orangtua dalam menempuh jalanan sebagai seorang abid Allah, namun si Aku tiada tersentuh dalam visi besar orangtuanya. Barangkali  bukan tidak tersentuh, namun dalam perjalanan ia sebagai seorang anak, ia menemukan banyak sekali kebosanan, bosan dengan kebaikan, bosan dengan kondusifnya keadaan, bosan dengan segala aktifitas yang menenggelamkan dalam kecintaan pada RabbNya. Barangkali mungkin ia memang menginginkan hal yang ia pun bisa sama rasakan bersama dengan teman sepergaulannya, layaknya seorang gadis yang dapat pula merasakan cinta dalam kacamata remaja. Bukan hanya satu atau dua tapi lebih dari tiga. Ia pernah terjerumus dalam lingkaran “ayah-bunda” versi cinta remaja. Dalam pandangannya, ini adalah suatu fase yang biasa dan harus dilalui, pacaran adalah suatu hal yang sangat wajar untuk ia dan masanya. Pertama kali ia jatuh dalam cinta versi dirinya, dengan teman satu kelas yang dalam kriteria standar termasuk laki-laki yang good looking, pintar di kelas dan cukup dikenal banyak orang. Pacaran dalam pandangannya ketika itu, hanya sebatas surat menyurat dengan kalimat cinta atau rindu yang dituangkan dalam satu lembar kertas surat yang dibubuhi minyak wangi. Namun itu pacaran dalam versi ia sebelum masuk ke sekolah menengah atas. Dan kala itu, ia sudah melewati masa cinta versi surat menyurat tapi cinta versi anak SMA dengan segala ragam budaya pacarannya, entah itu dengan dibumbui belajar bersama dan  lain sebagainya. Selama SMA bukan hanya sekali atau dua kali tapi beberapa kali ia kadung kecemplung dalam pola yang semakin dirasa biasa, pun saat itu ia masuk dalam lingkaran cinta pekanan yang setiap pertemuan tidak bosan-bosannya menasehati tentang hal itu, namun tiada satupun yang mampu merubah ia. Ia masih kokoh dengan kejahilannya yang tiada terasa itu. Begitu rumit perjalanannya kala itu, di masa-masa yang seharusnya produktif dengan menumbuhkan visi untuk membuat karya besar, ia habiskan waktunya dengan hal yang menyenangkan versinya.





***
Sambungbersambung...


 

8/29/2016

Nafs #1

Allah permudah jalan untuk bersamaiNya setiap akhir malam..
Allah permudah hatinya untuk menyegera dalam panggilanNya..
Allah permudah dalam amalan fardhi juga sunnahNya..
Dalam berinteraksi dengan sekelilingnya pun ia berusaha berbaik diri dan sangka..
Dalam berkebaikan Allah selalu mudahkan juga..
Hingga di perkara, dari mana syaitan mampu menggoda ia ? menguji keimanannya ?
Semakin mudah beramal.. semakin mudah berkebaikan.. semakin mudah membersamai dalam sujudNya.. semakin juga mudah hati-hati ini terjangkit rasa "merasa" terbaik dalam amalan..
ternyata disini musuh yg nyata itu berperan..
mana mungkin ia ridha dengan amalan yang mengantarkan kita menjadi musuhnya..
dan semakin dipermudah semuanya juga mudah sekali syetan membuat rasa bangga pada dirii, semakin keraslah hatiii.. hingga amalan hanya amalan.. tiada pengaruh bagi diri..
hingga amalan hanya amalan.. tiada daya melawan nafs yang dalam nyata berteman dengan kegelapan..

ma'adzallah ya Rabb

Rumah Qur'an UIN Jakarta, 29 Agustus 2016